JAKARTA | AndoraNews : Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ) yakni penyelesaian perkara secara damai di luar pengadilan, dari hari ke hari semakin gencar diterapkan Kejaksaan RI.
Setelah dua hari berturut-turut lebih dari 50 perkara pidana umum, kini 10 perkara pidana umum oleh Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jampidum Kejagung, Fadil Zumhana, dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ.
Jampidum Fadil Zumhana di Jakarta, Kamis (28/03/2024), mengungkapkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut terlebih dahulu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
Perkara tersebut adalah :
1. Terlrsangka A. Malik bin Usman dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2. Tersangka Amir Hamzah alias Jering bin M. Zahri dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3. Tersangka I Akbar Aldo Prasetio bin Wandi Salfatori dan Tersangka II Dimas Yogo Pebrian bin Antoni dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
4. Tersangka Usman B bin Sanan dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
5. Tersangka Repi Kurniawan bin Sawar dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka Ilham Basuki Rahman bin Rustam Sutaji Efendi dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Sahrudin bin Safe’i dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Toto Arianto bin Bubun B dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pertama Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Subsidair kedua Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka Hadi Wahono alias Adi bin Sardi dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
10.
Tersangka Alimuddin alias Alim Ak H. Sahabudin dari Kejaksaan Negeri Sumbawa, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
• Tersangka belum pernah dihukum.
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
• Pertimbangan sosiologis.
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *AndNews/Kop.
Editor : Syamsuri.