Jakarta | AndoraNews: Narapidana yang dijatuhi hukuman mati memiliki kesempatan untuk mengubah hukumannya menjadi pidana seumur hidup jika memenuhi syarat tertentu, antara lain berperilaku baik dan aktif mengikuti program pembinaan. Pidana mati
Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Republik Indonesia, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, SH, MHum, sebagai narasumber dalam seminar nasional bertajuk “Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam, KUHP, dan Pergaulan Internasional,” yang diselenggarakan pada hari Jumat, 28 Februari2025, di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta.
Menurut Prof. Asep, hukuman mati saat ini dianggap sebagai upaya terakhir dengan periode percobaan selama10 tahun bagi terpidana untuk menunjukkan perubahan perilaku dan penyesalan.
“Apabila selama masa percobaan ini terpidana menunjukkan perbaikan diri, makahukuman dapat dikonversi menjadi pidana seumur hidup,” ungkap Jampidum Asep Mulyana.
Lebih lanjut,Jampidum Asep menjelaskan bahwa pelaksanaan hukuman mati diatur dalam Pasal 99 dan Pasal 100 KUHP 2023, dengan memperhatikan rasa penyesalan terpidana dan harapan untuk memperbaiki diri, serta peran terpidana dalam tindak pidana yang dilakukan. Hukuman mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi ditolak olehPresiden dan tidak dilaksanakan di depan umum.
Dengan memperhatikan berbagai perspektif, diskusi ini memberikan ruang bagi pendekatan yang lebih seimbang dalam melihat hukuman mati dari sudut pandang hukum Islam, hukum nasional, serta norma internasional. Berbagai pandangan pro dan kontra terhadap hukuman mati turut menjadi perdebatan dalam forum ini.
Beberapa pihak menganggap hukuman mati sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sedangkan pihak lainnya melihatnya sebagai instrumen keadilan dan efek jera dalam sistem peradilan pidana.
Dalam seminar tersebut, Jampidum menjelaskan perubahan paradigmatik dalam hukum pidana dari pendekatan retributif (pembalasan) menjadi restoratif, korektif, dan rehabilitatif. Paradigma penegakan hukum juga harusharus mempertimbangkan kepentingan individu, masyarakat, negara, kearifan lokal, aspirasi global, serta keahlian dalam bidang hukum.
“KUHP 2023 memiliki perbedaan sistematika dibandingkandengan KUHP sebelumnya, termasuk jumlah bab dan pasal. KUHP 2023 membawa perubahan mendasar dalam sistematika hukum pidana, termasuk penghapusan kategori ‘kejahatan‘ dan ‘pelanggaran‘, serta memperkenalkan pidana baru seperti pengawasan dan kerja sosial,“ ujar Jampidum.
Jampidum juga menyampaikan bahwa tujuan pemidanaan mencakup pencegahan, pemasyarakatan/ rehabilitasi, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, penciptaan rasa aman dan damai, serta penumbuhan penyesalan dariterpidana.
“Terdapat pembatasan terhadap hukuman penjara bagi kelompok tertentu seperti anak-anak, orang tua di atas 75 tahun, pelanggar pertama kali, serta kondisi- kondisilainnya. Pengaturan pidana pokok meliputi penjara, denda, tutupan, pengawasan, dan pidana kerja sosial, sedangkan pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu/tagihan, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin tertentu, serta pemenuhan kewajiban adat. Pidana mati merupakan jenis hukuman yang paling berat,” kata Jampidum. *red
Editor: SAM