JAKARTA | AndoraNews : Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, kembali menghentikan penuntutan sebanyak 14 perkara pidana umum (pidum) berdasarkan penerapan asas keadilan restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Sebelumnya terhadap berkas-berkas perkara itu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Senin (17/10/2022).
Adapun 14 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
- Tersangka Sannang Latif als IAN bin Podang dari Kejaksaan Negeri Mamuju yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Kevin Wawolangi dari Kejaksaan Negeri Minahasa yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Jessy Cristo Kalangi dari Kejaksaan Negeri Minahasa yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
- Tersangka Heri Kurniawan bin David dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Supriyono bin Dwi Cahyono dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atau Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- Tersangka I Apriadin alias Riadin bin Usman dan Tersangka II Randika Putra alias Putra bin Abdul Kasim dari Kejaksaan Negeri Buton yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHPidana tentang Pencurian dengan Pemberatan.
- Tersangka Anwar bin La Anus dari Kejaksaan Negeri Buton yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka La Ode Abdul Herddin alias Herdin dari Kejaksaan Negeri Kendari yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Ambrosius Batidas alias Ambo dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Tanimbar yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Tersangka Atriyansyah bin Thamrin dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Yosep Elu alias Ose dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- Tersangka Elisa Raweyai alias Elias dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Yapen yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka Niko Rumaropen dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Nopianti als Anti binti Makmur dari Kejaksaan Negeri Tarakan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan, antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *Kop/a-News.
Editor : Syamsuri.